Puisi

Salam,

Barangkali ingkar telah memenuhi untuk pulang. Tetapi, manis buah rambutan depan rumah sudah cukup membawamu dari perantauan. Ada banyak riwayat yang jatuh di halaman bersama rindu serta wangi parfummu yang sempat hilang beberapa minggu. Lalu, anak perempuan yang dulu kau sering dengar tangisnya, sudah bisa kau tengok bening betisnya. Boleh jadi kau sibuk di kota depan kampung tapi, ingatan tetaplah bersemanyam di rahim rembulan. Maka dari itu, akan aku ceritakan;

         Hikayat Pohon Rambutan

Sebelas rumah, hampar halaman satu masjid sebagai pusara
Pohon rambutan tempat teduh sebagai pemujaan dari terik yang bergilir. Beberapa anak dengan hasrat kuat inginnya, merambàti manisnya yang masih ranum. Kadangkala usianya tak yakin pada rasa yang belum matang. Hingga perempuan berdaster memilih diam pada jatuhnya buah.
Adapula banyak kepergian ke masjid menitipkan kendaraan pada rimbunnya siang tepat dibawah peci hitamnya. Ada juga beberapa ayah dengan anak lelakinya menunjuk-nunjuk merahnya beriringan dengan geraknya yang seolah memanjat.
Hingga pada waktu yang diminta, bunga dan buahnya harus berhenti pada manis merah yang lain.
Perempuan muda telah menemukan lelaki di masanya. Dipangkas sebagian batang tubuhnya, melupa manis yang pernah ada. Menggantinya dengan teduhnya ruang penunggu tamu. Keramaian mulai reda dengan selesainya irama gendang.
Terganti hujan menyiram pohon, memanggil kembali cerita bersedia.
Dan bila lupa sudah bisa diterka, kuburkan saja manisnya dibawah pohon buahmu.

Jember, 30092018

1 komentar:

Unknown mengatakan...

Mantap Jiws

Posting Komentar